PMS is Always Killing Me!

Masa-masa terlemah saya adalah saat PMS! Ini sudah terjadi bertahun-tahun sejak saya masih SMA. Entah kenapa ada banyak hal yang terasa menyebalkan saat sedang dilanda PMS. Bahkan suara kucing yang berisik pun bisa sangat mengganggu saya…

Masalahnya sekarang, saya tak lagi bisa hidup sesuka-suka hati. Dulu saat dilanda PMS saya biasanya banyak diam dan mengurangi intensitas bertemu orang lain, model bertapa gitu lah ya. Intinya membuat diri merasa nyaman dan menghindari ‘possible conflicts’. Tapi sekarang saya hidup dengan dua balita fase egosentris yang menuntut kesabaran level tinggi. Dan situasinya semakin sulit saat saya PMS!

Menurut seorang psikolog di salah satu grup emak-emak yang saya ikuti di WhatsApp, sangat wajar jika saat terkena PMS kita menjadi lebih sensitive dan banyak mengalami kesulitan mengatur emosi. Namun jika gejala PMS yang dirasakan cukup berat, ada baiknya konsultasikan dengan dokter untuk diresepkan sejenis obat penyetabil hormon.

Haduh, kok kesannya parah sekali ya kalau sampai harus minum obat. Hiks. Yang saya rasakan memang sejenis “mood swing” yang sangat acak. Jika di hari normal saya biasa saja melihat anak-anak menumpahkan jus melon di atas tas laptop berbulu halus, maka di saat PMS saya bisa kesal setengah jiwa hanya dengan melihat anak-anak bermain dengan pintu. Huffft.

Kadang saya berhasil melewati satu fase PMS tanpa emosi yang ‘lebay’. Tapi kadang saya juga gagal total. Saya harus mulai dari nol lagi untuk menata hati melalui fase PMS dengan dua balita….Jika dulu zaman SMA dan kuliah, berdiam diri bisa cukup berhasil, dan saat punya satu anak saya bisa mencukupkan diri dengan banyak refreshing (walau tetap sambil bawa anak)….mungkin sekarang saya harus coba hal yang beda…tapi apa ya? Yeah, I’ll update the finding later lah ya.

Yang jelas saya selalu sempatkan minta pertolongan Allah. Mungkin kadang saya khilaf, tapi semoga Allah selalu menjaga saya dari perkara yang fatal, mengembalikan saya pada kesadaran yang utuh, memampukan saya menata hati setiap hari, dan memaafkan segala kealpaan saya dalam menjaga amanah-amanahNya…

picture credit from here

picture credit here

Musim Nikahan (lagi)

Belakangan ini saya menyadari satu hal penting: musim nikahan itu berlaku nasional!

Awalnya saya pikir nikahan itu ditentukan oleh tanggal cantik saja, misal 10-11-12 (10 November 2012), 12-12-12 (12 Desember 2012), dsb. Tapi ternyata saya salah! Ada tanggal-tanggal tertentu di bulan tertentu (yang tidak terlalu cantik dan terlalu random) dimana tiba-tiba bertebaran janur kuning dan terjadi pemblokiran jalan di kampung-kampung akibat adanya perhelatan mulia tersebut.

Usut punya usut, ada aturan hari baik (yang entah bagaimana telah disepakati dan menjadi konvensi bersama) di belakang semua kekacauan itu. Oh God, apanya yang hari baik coba kalau nikahan di musim banjir atau nikahan di hari kerja? Ah, orang Indonesia itu suka bikin geleng-geleng kepala ya. Yang jadi salah kaprah itu orang kadang takut melakukan akad ataupun resepsi di luar lingkaran si hari baik tersebut. Nah, jelas ada sesuatu yang harus diluruskan disini.

Padahal kalau mau rasional, semua hari itu ya baik. Bukankah justru jadi kurang baik kalau ikut-ikut tren nikah di hari yang sama? Kasihan tamunya juga, jadi sulit memberi kado yang terbaik kan? #eh. Tapi ya itu hak perogratif setiap individu sih. Saya masih lebih mengapresiasi mereka yang menyegerakan menikah (terlepas dari pemilihan tanggalnya bagaimana) kok.

Pekan ini juga tampaknya disepakati sebagai hari baik untuk melakukan acara nikahan. Terbukti dengan banyaknya undangan yang saya terima dan banyaknya janur kuning yang saya temui dalam perjalanan berjarak tidak lebih dari 7km!

Oke, mari kencangkan ikat pinggang dan perbanyak kesabaran (in case harus putar balik karena jalan di blokir). Mari kita ikut berbahagia untuk mereka yang sedang berbahagia 🙂

Semoga Allah karuniakan kebahagiaan dan rezeki yang semakin berlipat untuk mereka yang telah memenuhi sunnah Rasullullah SAW untuk menggenapkan setengah dien-nya.

If only I…

If you have a choice between me and her, choose her because if you really loved me there wouldn’t be a choice.

 

 

Have just found the words in tumblr. Kind a amusing I think. A very strong message for every men out there. If I were the woman (Naudzubillah), I would say exactly the same words.

 

Anehnya, ada saja wanita (baik) yang terikat dengan seseorang yang tidak baik. Dan dengan alasan yang tidak masuk akal, dia tidak pernah bisa meninggalkannya. Mungkin itu hak perogratif setiap individu untuk menentukan dengan siapa dia akan menghabiskan waktunya, tapi…buat saya itu menyedihkan. Bukankah orang yang baik sejak awal pun bisa berubah menjadi tidak baik? Bukankah yang tampak pada awalnya hanyalah kebaikan sampai kita benar-benar hidup bersama dengannya? Ah, terserah saja, kamu sudah dewasa. Ini hanya permohonan agar kamu bisa melihat dari perspektif yang berbeda, tapi pilihan terakhir tetap ada di tanganmu, kawan.

 

Good bye to you, my dearest one…

Why does it happen to you? You were always by my side. You’ve never hurt me, even when I treated you bad. You were always here for me. But now why? I know, I didn’t protect you well. I just wonder if you want to come back to live with me. I really want it. But now, you’re with a stranger who scared me a lot. I might be selfish, but I want to make you free. I hope I’ve chosen the right way. I don’t wanna make you sad. I promised, I would make you be back to me if I could.

Saya menemukan tulisan itu di meja belajar adik saya. Tulisan itu tulisan tangannya. Siapa yang tidak gundah melihat catatan seperti itu. Apa yang sebenarnya telah terjadi. Saya melanjutkan membaca…penasaran bercampur was-was.

 My cell phone, my sony erricsson, my dear, my precious thing…. Would you come back to me?

Hahaha…. Betapa imutnya adik saya yang satu ini. Dia menulis surat untuk hand phone-nya yang hilang diambil copet. Ya Rabb, kemana saya harus mengirimkan surat ini???

BRANDED?

Saya sedang malas sekali membeli kebutuhan-kebutuhan hidup saya. Saya kehabisan sepatu, kehabisan pakaian, jilbab, kaos kaki, dan lain-lain (waktu memakan mereka semua >_<). Parahnya saya kehilangan gairah untuk berbelanja. Ya, berbelanja sendirian itu ternyata butuh kemauan ekstra untuk berangkat. Lain dengan belanja bersama teman, tidak ingin pergi-pun bisa jadi berangkat kalau sudah ada yang mengajak.

Saya juga sedang kepikiran beberapa hal terkait barang-barang yang ingin saya beli. Saya tidak pernah punya katalog di kepala saya yang memuat daftar barang-barang bermerek. Buat saya apapun mereknya, yang penting nyaman. Belakangan saya sadar, saya benar-benar tidak banyak tau merek-merek barang. Yah, siapa peduli juga? Kalau saya tidak kenal, artinya merek itu kurang keren! Hehe.

Anehnya, ada sebagian orang yang suka sekali memperhatikan merek. Seakan mereka menghargai orang dari merek yang dipakai. Saya kadang ngeri sendiri dengan tipe orang seperti ini karena rasanya mereka bisa menilai saya dari sepatu yang saya pakai atau dari tas yang saya pakai. Ini mengerikan. Seakan mereka akan membuat klasifikasi manusia berdasarkan apa yang dipakai orang tersebut dan saya tentunya akan masuk ke dalam klasifikasi kelas bawah karena saya tidak kenal barang bermerek dan lebih parah, saya tidak terlalu suka memakai barang bermerek.

Ya, saya merasa risih dengan benda-benda bermerek yang terlalu mahal. Rasanya bersalah sekali saya jika harus memakai benda-benda seperti itu. Kenapa?

  •  Ada benda lain yang lebih murah dengan fungsi yang sama dan model yang tidak buruk
  •  Sisa uangnya bisa digunakan untuk membeli keperluan yang lain atau kalau gak ada kebutuhan lain yang penting, bisa diamalkan 😉
  • Saya tidak suka dinilai dari apa yang saya pakai atau apa yang saya miliki, saya lebih suka dinilai dari apa yang saya kerjakan dan manfaat apa yang mampu saya berikan

Mungkin ini terdengar seperti pembelaan diri, tapi saya tidak mengerti kenapa merek jadi begitu penting bagi sebagian orang.  Apa karena merek itu memberikan prestise dan mewakili status sosial? Ah, mulianya pemilik i-pad!

Sekali lagi harus saya katakan, hidup itu penuh dengan kegiatan memilih. Memilih merek juga termasuk. Tidak perlu saling menyalahkan atau membela diri, kita semua punya alasan masing-masing untuk mendukung pilihan kita. Yang jelas, jangan sampai berlebihan dalam berlaku karena semua akan dipertanggung jawabkan nantinya. Gak lucu juga kan kalau nanti di yaumul akhir ketika ditanya oleh malaikat “Kamu gunakan untuk apa hartamu di dunia?”. Lalu dijawab dengan “Saya gunakan harta saya untuk memberli tas Hermes, sepatu Fladeo ‘n Stuart Weitzman, dan parfum Caron’s Poivre!”

Nah. Itu berlebihan. Hehe.

Jika saya adalah apa yang saya miliki. Maka siapakah saya ketika saya tidak memiliki apa-apa lagi?” [Oprah]

A Resume

This is not a typical night, at least that what I think.

This is one silent night in the mid-February, a phase where I stop running to take a little more oxygen to fill my lungs.

At this point, I realize….

I have lost my last grandma this month, just some days ago, and it really makes me feel like I’ve lost my fixed-holiday destination forever.

I came to her funeral, and seeing her face for the last time. Sooner or later, I will go to her place. We all will…

I saw her empty house for the last time. Silence is the one who will fill the place. Silence.

Along my way back, I kept my eyes wide open, trying hard to absorb the whole things before I really leave them behind.

***

I missed the New Year’s Eve, I had more important thing to do than just blowing the trumpet or seeing fireworks exploding above my head: my thesis.

Lately, I choose sleeping better than staying up celebrating something useless.

I’ve finished my thesis, last month, and I’m still in the euforia of celebrating it. OMG!

I celebrated my other birthday this month, instead of making me feel older, I feel much younger! You may say I’m crazy, I don’t care.

I received twenty roses, the nicest gift ever! I love the way they bloom and fall their petals down. So romantic.

I read some novels, my pleasure activities, and I can’t understand why I don’t fall asleep when I read them as I usually do when I read non-fiction books. Hfhf.

I tried to write some things down, like what I’m doing now. It’s absolutely not easy, ya, especially when we are exceeding our limit in everything…

But, at least I tried.

 

 

 

Arrghhh…

Kemarin saya melakukan hal yang sangat tidak keren!

Saat itu jam 14.45 WIB.

Setting lokasi: masjid SMA.

Setting waktu: beberapa saat setelah bel pulang berbunyi.

Saya ada janji jam 15.00 dengan beberapa adik kelas saya. Sebelum mereka datang, saya harap saya sudah selesai shalat ashar. Akhirnya saya pun mengambil air wudhu. Saat saya kembali, beberapa anak sudah shalat. Tumben, biasanya ada shalat jamaah. Pikir saya heran. Sayup-sayup saya mendengar adzan. Tanpa pikir panjang saya pun langsung shalat.

Kejanggalan terjadi saat si muadzin yang tidak lain dan tidak bukan adalah anak laki-laki entah kelas berapa yang ternyata sedang berdua dengan temannya itu mengulang adzannya sampai beberapa kali. Saya tertegun sendiri. Saya akhiri shalat ashar saya dengan was-was. Mereka sedang latihan adzan! Pantas tidak pakai TOA!

Oke. Masalahnya sekarang: apakah shalat (yang saya niatkan) ashar tadi sudah pada waktu yang benar??

Saya terdiam lama. Kalau kata adik2 kelas saya, GALAU.

Allah Maha Baik, sekitar 7 menit kemudian adzan berbunyi! Ya Rabb!

Dengan muadzin si anak yang tadi latihan berulang2 dan membuat saya shalat ashar duluan!

Ingin rasanya menghampiri si anak dan teriak: dek, klo latian adzan jangan mendekati waktu shalat ya!

Grrrr….

Setelah suara iqamat, saya berdiri kembali. Bergabung bersama jamaah shalat ashar yang lain. Saya pasti terlihat seperti orang yang mengerjakan shalat dzuhur 5 menit sebelum adzan ashar! Padahal kenyataannya saya shalat ashar 5 menit sebelum adzan ashar! Sungguh tidak keren!

 

NOT THINK

Ini adalah satu dari sekian kisah unik di tempat PPL. Cerita di dunia SMP.

Waktu itu saya meminta evaluasi dari anak-anak di kelas. Awalnya mereka bingung. Belum pernah ada guru yang meminta dievaluasi oleh siswa, mungkin itu yang mereka pikir. Yah, bagi saya hal itu wajib. Bagaimana saya bisa tau apa yang mereka pikirkan jika saya tidak pernah bertanya?

Oke, karena kegiatan ini tidak memiliki alokasi waktu khusus, maka saya hanya mengambil waktu sisa di akhir jam pelajaran. Sepuluh menit. Saya harap itu cukup.

Mereka semangat sekali menjawab lima pertanyaan yang saya ajukan. Saya meminta mereka untuk tidak menuliskan nama, tapi ada saja yang diam2 bilang ke saya, “Miss, punya saya ada tanda tangannya loh. Nanti miss cari aja yang tanda tangannya paling keren!”

Saya tersenyum. Sepertinya dia ingin sekali saya membaca tulisannya dan mengetahui bahwa tanda tangannya lebih keren dari semua tanda tangan teman-temannya.

Sesampainya di kosan, saya membuka semua lembaran yang tadi saya kumpulkan. Jawaban mereka unik-unik. Yang paling membuat saya merasa aneh adalah jawaban atas pertanyaan nomer 2.

Apa yang tidak disukai dari cara mengajar Miss.Erni?

NOT THINK!!!

Saya kaget. WHAT???

Saya bertahan membaca beberapa lembar lagi. Jawaban serupa muncul beberapa kali.

NOT THINK ^^

Ada yang menulis besar-besar. Ada yang menulis miring, dan yang lain lagi dibubuhi smiley. Mereka pasti kawanan yang duduk berdekatan sehinggga jawabannya serupa.

Masalahnya adalah kenapa mereka menulis seperti itu?

Apa iya saya tidak berpikir saat mengajar (not think)?

Apa iya cara mengajar saya seperti orang yang tidak bisa berpikir?

Pusing saya jadinya.

Kertas selanjutnya memberi saya jawaban.

Tidak ada (NOTHING)!

Well done! Jadi itu maksudnya, nothing!!!

OMG, mereka benar2 mm…*berusaha mencari kata yang tepat*…cerdas!

Saya tertawa2 membaca itu, sepertinya bukan saya yang ‘not think’ tapi mereka….hehe

Pesan saya untuk mereka, jangan asal tulis!

Tapi saya benar-benar menghargai tulisan mereka, buktinya mereka tidak pernah tau kalau saya sempat kaget membaca hasil evaluasi itu, especially that ‘not think’ part 😀

 

datasemen anti-terong

(bahkan judul postingan kami [saya dan si pelaku dalam cerita ini] sama! wah, hebat! isi ceritanya juga mirip deh kayaknya)

Pembicaraan tentang terong itu tidak singkat. Maka sepertinya harus ada dua episode yang ditulis disini. Kami masih saja tidak mengerti dimana letak nikmatnya terong…

Sampai-sampai teman saya ini frustasi sendiri, dia takut jika ada tes ketahanan diri dimana dia diminta bertahan hidup seadanya (sementara yang ada cuma terong) maka dia pasti akan gagal dalam tes itu. Saya masih ingat kutipan SMS-nya:

Program Indonesia Mengajar akan mengkondisikan kita seperti di daerah terpencil yang kita masuki. Dan ketangguhan kita menghadapi medan pastinya akan diukur. Kamu merasa adil gak kalau pengukuran ketangguhan menghadapi medan diukur dari bisa makan terong atau gak? Dunia ini memang gak adil kalau cuma terong instrument pengukurnya.”

Saya tertawa lagi. Ini agak berlebihan. Saya pikir kami bisa lulus kok! Toh yang dinilai bukan hanya satu hal! Kecuali kalo lomba makan terong, maka saya bisa yakin dengan sepenuh jiwa raga bahwa kami memang akan kalah!

Pertanyaan terakhir yang gak kalah mengkhawatirkan,

“Kalau nanti suami kamu suka terong gimana ern?”

Saya terdiam dulu. “Gak masalah ta, aku bisa kok masak terong!” jawab saya yakin.

“Tapi kan kamu gak suka makan terong?”

“Iya, nanti aku makan bumbunya ajah, dia terongnya….hehe ^^”

Terong is Pajangan!

“Kalau di dunia ini makanan yang tersisa tinggal terong dan jengkol, aku pilih mati aja deh, ern!” ujar teman saya siang itu.

Saya tertawa. Tidak habis pikir kenapa dia bisa berucap seperti itu. Mungkin karena dia sangat tidak suka terong dan jengkol. Untuk jengkol saya tidak protes, toh itu makanan yang memang makruh (boleh dimakan tapi tidak dianjurkan…hehe…iyalah, lha wong aromanya dahsyat bgitu masa’ dianjurkan?!). Tapi untuk terong,,,kata orang terong itu enak!

“Hampa banget sih hidup kamu gak pernah ngerasain enaknya terong!” teman saya yang lain (baca: yang suka terong) pernah protes begitu ke saya saat dia tahu saya tidak suka terong.

Sekarang saya menemukan sekutu: orang yang tidak suka terong! Senang sekali rasanya! Saya tidak pernah tahu di dunia ini ada orang lain yang tidak suka terong selain saya (lebai mode on).

“Kenapa gak suka terong ta?” tanya saya, menginterogasi.

“Gak suka aja. Lembek gitu. Gak kebayang rasanya gimana!”

Saya agak kaget. “Jadi kamu belum pernah makan terong betulan ta? Aku emang gak suka tapi at least aku pernah makan terong!” (nada agak bangga…walaupun gak paham dimana letak kebanggaan pernah makan terong!)

“Rasanya gimana ern?”

“Well, mmm…dipermukaannya sih enak…bumbu baladonya itu loh, aku suka! Tapi pas dimakan… yucks… lembek dan hambarrr!” saya agak merinding membayangkan sensasi lembeknya, membayangkan terong yang agak lumer berair di atas piring…ahhh…

“O…jadi rasanya hambar ya? Aneh, kenapa orang suka terong ya?” katanya bingung.

“Orang juga berpikir kita aneh karena kita gak suka terong tau ta! Kata mereka terong itu enaaak!” saya agak kesal karena begitu banyak orang yang tidak mengerti perasaan kami.

Diam sejenak.

“Sebenarnya terong tuh bagus tau ta bentuknya sebelum dimasak. Warnanya aja ungu. Cantik.” Kata saya agak menyesal kenapa terong bisa lembek begitu setelah matang…kontras sekali dengan saat sebelum dimasak. Jika sebelum dimasak saya berani memberi adjective yang berbunyi “Awesome” untuk si terong, maka setelah dimasak adjective-nya akan berubah menjadi “Horrible”.

“Iya. Makanya, MENURUTKU TERONG ITU PAJANGAN BUKAN MAKANAN!!” teman saya berkata penuh kemenangan.

“Hehehe…iya, mungkin memang begitu. Seharusnya terong itu jadi pajangan aja!”

Akhirnya saya dan dia tertawa-tawa, menurut kami kesimpulan anehnya adalah: orang yang suka terong berpotensi memakan pajangan lain yang ada di rumah! So beware of them!  ^^v